TUGAS PTK

Ads 468x60px

Labels

Rabu, 05 Desember 2012

Tugas PTK



DOWNLOAD FILE

BACA SELENGKAPNYA
DOWNLOAD FILE

Proposal skripsi


PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SDN PURWOREJO 2


PROPOSAL




Oleh  :
                       FEBRIANA WULANDARI
                    NPM. 09.141.083



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2012






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada UU No. 20 Tahun 2003 pasal 40 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidik dan tenaga pendidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Sehingga guru sebagai pendidik yang profesional harus mampu melaksanakan kewajiban tersebut.
Untuk melaksanakan kewajiban tersebut hendaknya guru lebih kreatif dalam menggunakan pendekatan, metode dan model pembelajaran yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga peserta didik merasa nyaman dan senang dalam pembelajaran bukan menjadikan siswa takut dengan guru dan akhirnya siswa menjadi pasif.
Akan tetapi pada kenyataannya guru masih merasa nyaman menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori sementara siswa mencatatnya pada buku catatan.  Pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian fakta-fakta kepada siswa. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, dan mampu menyampaikan kembali fakta-fakta tersebut kepada orang lain atau menggunakannya untuk menjawab soal-soal dalam ujian.
Permasalahan pembelajaran tersebut masih dijumpai di SDN Purworejo 2, khususnya dalam proses pembelajaran Matematika. Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun oleh berbagai pihak yang peduli terhadap pembelajaran matematika sekolah. Berbagai upaya tersebut antara lain dalam bentuk: (1) penataran guru, (2) kualifikasi pendidikan guru,  (3) pembaharuan kurikulum, (4) implementasi model atau metode pembelajaran baru, (5) penelitian tentang kesulitan dan kesalahan siswa dalam belajar matematika.
Namun berbagai upaya tersebut belum mencapai hasil yang optimal, karena berbagai kendala di lapangan. Akibatnya, sampai saat ini kualitas pembelajaran matematika di Indonesia masih rendah (Soedjadi, 2001b:1).
Pada umumnya, masalah pembelajaran matematika tampak dalam penjelasan Soedjadi yang menyatakan bahwa sudah cukup lama kita semua terbenam dalam pembelajaran matematika yang bagi banyak orang terasa asing, formal, dan hanya bermain angka atau simbol yang sulit dan serba tak berarti, bahkan tidak sedikit yang merasa ketakutan untuk menghadapi pelajaran matematika.
Untuk mengatasi masalah pembelajaran seperti itu, maka diperlukan inovasi di bidang pembelajaran matematika.
Jenning dan Dunne (dalam Suharta, 2004:1), mengatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Faktor lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Soedjadi (dalam Suharta, 2004:1) mengemukakan bahwa agar pembelajaran menjadi bermakna (meaningful) maka dalam pembelajaran di kelas perlu mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen (dalam Suharta, 2004:1), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika di kelas seyogyanya ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari.  Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain.  Salah satu inovasi model pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) adalah  Pembelajaran Realistic Mathematics Education.
Untuk menyikapi masalah tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mengetaaahui pengaruh antara model pembelajaran RME dengan prestasi belajar siswa. Sesuai dengan apa yang penulis sampaikan, maka dalam penelitian ini memilih judul “Pengaruh Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Purworejo 2”.

B.     Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah diatas, maka permasalahn dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apakah ada pengaruh model pembelajaran Realistic Mathematics Education terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas V SDN Purworejo 2?

C.    Tujuan
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Realistic Mathematics Education terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas V SDN Purworejo 2.

D.    Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak sebagai berikut:
1.        Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkanpembelajaran mata pelajaran matematika
2.        Bagi guru
a.       sebagai bahan pertimbangan di dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa
b.      lebih mudah menyampaikn materi dan mengelola jalannya proses pembelajaran.
c.       guru lebih terampil dalam mengajar
3.        Bagi kepala sekolah
4.        Sebagai pertimbangan untuk mengambil kebijaksanaan dalam  upaya meningkatkan prestasi belajar siswa
E.     Definisi Operasional
Ada beberapa operasional yang perlu disajikan dalam penelitian ini, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau penafsiran yang tidak sesuai dengan maksud peneliti, yaitu:
1.      Model Pembelajaran RME adalah salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam mengajarkan matematika di SD yang dikaitkan dengan masalah nyata dan menepatakan realitas sebagai sumber belajar.
2.      Prestasi belajar maksudnya adalah nilai/hasil yang dicapai siswa setelah mendapatkan pembelajaran dari guru.

F.     Asumsi
Berdasarkan pemikiran yang matang, maka diasumsikan bahwa:
1.      Pembelajaran matematika saat ini belum mengaitkan dengan masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Pembelajaran matematika yang terjadi kurang bermakna.
3.      Menggunakan model pembelajaran RME dalam mengajar matematika pembelajaran akan bermakna karena mengaitkannya dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari.








BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A.    KAJIAN PUSTAKA
1.      Belajar
a.      Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010;2) belajar ialah suatu proses usahanyang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendirindalam interaksi dengan lingkungannya.
Perubahan yang terjadi pada diri seseorang banyak sekali, baik sifat, sikap dan perilaku. Menurut Herman Hudojo (1990;1) seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.perubahan tingkah laku itu bisa diamati dalam waktu yang cukup lama. Perubahan tingkah laku yang dalam waktu cukup lama itu disertai usaha dari tidak bisa menjadi bisa mengerjakannya. Tanpa usaha walaupun terjadi perubahan tingkah laku, bukanlah belajar.
Di dalam belajar, terdapat tiga masalah pokok, yaitu:
1)      Masalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya belajar.
2)      Masalah mengenai bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip mana yang dilaksanakan.
3)      Masalah mengenai hasil belajar.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatau perubahan tingkah laku yang baru baik secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam intraksi dengan lingkungannya.
b.      Prinsip-prinsip Belajar
Dari beberapa teori yang dikemukan para ahli maka prinsip-prinsip belajar dirangkum sebagai berikut:
1)      Belajar akan berhasil jika disertai kemauan dan tujuan tertentu
2)      Belajar akan lebih berhasil jika disertai berbuat, latihan dan ulangan
3)      Belajar akan lebih berhasil jika memberi  sukses yang menyenangkan
4)      Belajar akan berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan aktivitas belajar itu sendiri atau berhubungan dengan kebtuhan hidupnya.
5)      Belajar akan lebih berhasil jika bahan yang sedang dipelajarai dipahami, buka sekedar menghafal fakta
6)      Dalam proses belajar memerlukan bantuan dan bimbingan orang lain
7)      Hasil belajar dibuktikan dengan adanya perubahan dalam diri si pebelajar
8)      Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
c.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Witherington dan Lee (dalam Iin, 2011) faktor-faktor serta kondisi-kondisi yang mendorong belajar bisa dirangkum sebagai berikut:
1)      Situasi belajar (kesehatan jasmani, keadaan psikis, pengalaman belajar)
2)      Penguasaan alat-alat intelektual
3)      Latihan-latihan yang terpencar
4)      Penggunaan unit-unit yang berarti
5)      Latihan yang aktif
6)      Kebaikan bentuk dan sistem
7)      Efek penghargaan (reward) dan hukuman
8)      Tindakan-tindakan pedagogis
9)      Kapasitas dasar.

2.      Prestasi Belajar
  1. Pengertian Prestasi Belajar
Istilah prestasi di dalam Kamus Ilmiah Populer (Adi Satrio, 2005:467)didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dikerjakan/dilakukan.
Di dalam webster’s New Internasional Dictionary mengungkapkan tentang prestasi yaitu:
“Achievement test a standardised test for measuring the skill or knowledge by person in one more lines of work a study” (Webster’s New Internasional Dictionary, 1951 : 20)
Mempunyai arti kurang lebih prestasi adalah standart test untuk mengukur kecakapan atau pengetahuan bagi seseorang didalam satu atau lebih dari garis-garis pekerjaan atau belajar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai yang diberikan guru.
Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu.
  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar
1)      Faktor dari dalam diri siswa (intern)
Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (1995 : 54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
a)   Faktor Jasmani
Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh (Slameto, 2003 : 55).
b)   Faktor psikologis
Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, dan kesiapan (Slameto, 2003: 56-59)
c)    Faktor kelelahan
Menurut (Slameto, 1995:59) ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.



2)      Faktor yang berasal dari luar (faktor  ekstern)
Menurut Slameto (1995 : 60) faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu
Ø Faktor keluarga
Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.
Ø Faktor sekolah
Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, ala-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan.
Ø Faktor Lingkungan Masyarakat
Menurut Slameto (2003 : 70) Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan keluarganya.

3.      PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
a.      Pengertian Realistic Mathematics Education (RME)
Pembelajaran Matematika Realistik berasal dari Belanda yang diberi nama Realistic Mathematics Education (RME). RME telah diterapkan di Sekolah Dasar Belanda sejak tahun 1970. Belanda tidak pernah menerapkan pendekatan pembelajaran lain seperti mekanistik, empiris, dan strukturalis. Alasan mereka adalah RME memiliki matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Menurut Gravemeijer (dalam Darhim, 2004), matematisasi horizontal didefinisikan sebagai kegiatan mengubah masalah kontektual ke dalam masalah matematika, sedangkan matematisasi vertikal adalah memformulasikan masalah ke dalam beragam penyelesaian matematika dengan menggunakan sejumlah aturan matematika yang sesuai. Selanjutnya, De Lange (dalam Darhim, 2004), mengistilahkan matematika informal sebagai matematisasi horizontal dan matematika formal sebagai matematisasi vertikal. Sementara menurut Ruseffendi (2004) matematisasi horizontal adalah pemodelan persoalan dengan menggunakan pendekatan matematik yang realistik dan kontektual, sedangkan matematisasi vertikal berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam matematika itu sendiri sebagai suatu sistem.
b.      Karakteristik RME
Ada  lima karakteristik RME, yaitu :
1)      Menggunakan masalah kontekstual
Dalam pembelajaran matematika realistik, pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata) yang dapat memunculkan konsep matematika yang diinginkan, sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual dalam RME memiliki empat fungsi, yaitu:
a)      untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika,
b)      untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika,
c)      untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika dan
d)     untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas).
2)      Menggunakan berbagai model  (Matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Dalam pembelajaran matematika realistik, siswa diarahkan pada pengenalan model, skema, diagram, dan simbolisasi. Model-model tersebut pelan-pelan berubah dari model of ke model for yang berbentuk model matematika formal.
3)      Menggunakan Produksi dan Konstruksi
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.
4)       Terjadinya Interaksi
Dalam proses pembelajaran matematika realistik, interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting. Siswa diarahkan untuk supaya terjadinya interaksi yang berbentuk negoisasi, kooperatif, intervensi, evaluasi siswa dan guru dengan menggunakan strategi informal sebagai titik tolak mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.
5)       Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment)
Adanya keterkaitan antara topik dengan topik, antara pokok bahasan dengan pokok bahasan harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna. Walaupun RME baru diterapkan di tingkat SD, namun sebagian besar dari karakteristik RME dapat pula diterapkan di tingkat SMA.
c.       Prinsip RME
Graverneijer (1994) mengemukakan tiga prinsip kunci dari RME yakni sebagai berikut:
a.       Guided Reinvention/ Progresive Mathemating,
Menurut de Lange (1987) dalam RME masalah  dunia riel dieksplorasi pertama secara intuitif, dengan maksud untuk mematematikasikannya. Eksplorasi awal dengan komponen intuitif yang kuat seharusnya mengarah pada pengembangan, penemuan (discovery) atau penemuan kembali (reinvention).
Menurut Gravemiejer (1997), terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk merealisasikan prinsip reinvention. Pertama, dari pengetahuan sejarah matematika, kita dapat belajar bagaimana pengetahuan tertentu dikembangkan. Ini akan membantu perencana pembelajaran dengan tujuan menemukan kembali. Kedua, dengan memberikan masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, dilanjutkan dengan matematisasi prosedur solusi yang serupa, yang juga akan menghasilkan kesempatan untuk proses penemuan kembali (reinvention).
Proses matematisasi dimulai dari masalah kontekstual yang dari realitas kehidupan siswa setiap hari. Dengan melakukan hal ini, siswa mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan mengguanakan bahasa informal.
De Lange (1996) mendeskripsikan secara rinci aktivitas-aktivitas dalam kedua jenis matematisasi tersebut. Aktivitas-aktivitas yang termuat dalam matematisasi horisontal adalah sebagai berikut:
1)      Mengidentifikasi matematika spesifik dalam konteks umum, membuat skema,
2)      Menformulasi dan menvisualisasi masalah dalam cara-cara berbeda, menemukan relasi-relasi
3)      Menemukan keteraturan-keteraturan
4)      Menyadari aspek-aspek isomorfik di dalam masalah-masalah berbeda,
5)      Mentransfer masalah dunia riel ke masalah matematika
6)      Mentransfer masalah dunia riel ke model matematika yang diketahui.
Selanjutnya, aktivitas-aktivitas yang termasuk dalam matematisasi vertikal adalah sebagai berikut:
1)      Menyatakan relasi dalam bentuk formula (rumus), menunjukkan keteraturan-keteraturan
2)      Memperhalus dan memperbaiki model
3)      Menggunakan model-model berbeda
4)      Mengkombinasikan dan mengintegrasikan model
5)      Menformulasi suatu konsep matematika baru
6)      Menggeneralisasi
b.      Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena didaktik, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu materi matematika untuk diajarkan dengan RME, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi materi itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya materi itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses matematisasi secara progresif.
Prinsip didactical phenomenology memberikan implikasi bahwa dalam pengembangan desain instruksional perlu dihadirkan masalah kontekstual pada siswa yang diangkat dari fenomena yang riel dan bermakna bagi siswa.
c.       Mengembangkan  sendiri model-model (self developed models)
Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan matematika informal dengan pengetahuan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu,  sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.
Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip atau jelas terkait dengan masalah kontekstualnya. Ini merupakan langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju ke arah pengetahuan matematika formal. d.
d.      Ciri-Ciri RME
Menurut Yuwono ( 2001:3 ),  pembelajaran yang berorientasikan pada RME dapat dicirikan oleh:
1)      Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
2)      Belajar dengan matematika berarti bekerja dengan matematika.
3)      Siswa diberikesempatan untuk menemukan konsep-konsep maematika di bawah bimbingan guru.
4)      Proses belajar mengajar berlangsug secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari seua aktifitas dikelas.
5)      Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing.
6)      Pengenalan konsep dan abtraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar siswa.
7)      Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
8)      Hasil pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang lainnya.
9)      Aktifitas yang dilakukan meliputi; menemukan masalah-masalah konstektual (looking for problems), memeahkan masalah (solving problems) dan mengorganisir bahan belajar.
e.       Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Fauzi (2002:) mengemukakan langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan RME, sebagai berikut:
(1)   Langkah pertama: memahami masalah kontekstual
Yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
(2)   Langkah kedua: menjelaskan masalah kontekstual
Yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
(3)   Langkah ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual
Yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
(4)   Langkah keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
(5)   Langkah kelima: menyimpulkan
Yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

4.      Hakikat Matematika
Secara etimologi kata Matematika berasal dari bahasa Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).
Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Russeffendi ET, 1980 :148).
Menurut Herman Hudojo (1990;3) matematika berkenaan dengan ide-ide, gagasan, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur secara logic sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep abstrak.
Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif Russefendi (1988 : 23).
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen.

B.     KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka dapat dibangun kerangka pemikiran sebagai berikut :
1.      Sering terjadinya perubahan kurikulum di Indonesia yang dipakai akan berimbas pula pada proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas.
2.      Guru dituntut sekreatif mungkin dalam menciptakan proses pembelajaran agar siswa merasa senang dan mudah memahami pembelajaran.
3.      Pada dasarnya siswa SD masih berada pada tahap operasional konkrit, sehingga dalam belajar memerlukan pembelajaran yang realistik yang dapat mengembangkan pengalaman siswa.
4.      Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education adalah pembelajaran yang dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan kemampuan dalam proses melakukan matematika, mendiskusikan dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas, sehingga mereka dapat menemukan sendiri (yang bertentangan inventing siswa guru telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika adalah untuk memecahkan masalah baik perorangan atau kelompok. Sehingga prestasi belajar dapat meningkat.

C.    HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasar pada latar belakang dan kerangka pikiran di atas maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis sementara sebagai berikut:
“Ada Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Realistic Mathematics Education terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Purworejo 2”.










BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen yang menggunakan desain penelitian praeksperimental. Diamana variabel bebas (independent variable) secara bebas diambil oleh peneliti dan dapat mempengaruhi variabel terikat (dependent variable) sebagai akibat dari perlakuan variabel bebas. Pada hasil akhirnya nanti dapat diketahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Desain Penelitian Praeksperimental
Pra Test
Variabel bebas
Pasca Test
Y1
X
Y2
            Keterangan:
X   = diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran RME
Y1 = pemberian tes awal (hasil sebelum perlakuan variabel bebas)
Y2 = pemberian tes akhir (hasil setelah perlakuan variabel bebas)

B.     Populasi dan Sampel
  1. Populasi
Pengertian populasi menurut Sugiyono (2003: 90), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Purworejo 2 Nguntoronadi yang berjumlah 20 siswa.

  1. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 109). Dalam penelitian ini,  peneliti mengambil sampel total (sensus), artinya semuanya dijadikan objek penelitian.

3.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data (Ibadullah, 2011:34) merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan sesuai sampel yang ditentukan. Untuk mendapatkan data yang objektif dan valid maka perlu teknik pengumpulan data sebagai landasan pemecahan masalah. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data digunakan adalah tes, yaitu dengan memberi tes sebelum mendapat perlakuan variabel bebas dan tes setelah mendapat perlakuan variabel bebas untuk memperoleh data prestasi belajar siswa.

4.    Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini menggunakan soal tes, dimana kualitas soal tes ditinjau dari segi:
a.       Validitas
Kata validitas sering disamakan artinya dengan ketepatan atau kesasihan. Sebuah tes dikatan valid jika tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur secara tepat dan hasilnya sesuai kriterium.
b.      Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan kepercayaan, keajegan atau ketepatan. Suatu tes memiliki taraf kepercayaan yang tinggi apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap atau ajeg. Persyaratan tes yaitu validitas dan reliabilitas adalah penting. Dalam hal ini validitas lebih penting dan reliabilitas perlu, karena mendukung terbentuknya validitas. Sebuah tes boleh jadi reliabel tetapi belum tentu valid, sebaliknya sebuah tes yang valid biasanya reliabel.
c.       Tingkat Kesukaran dan Daya Beda
Suatu tes yang baik tidak boleh terlalu mudah dan tidak boleh terlalu sukar. Sehingga item yang baik harus mempunyai tingkat atau derajat kesukaran tertentu. Tingkat Kesukaran atau Derajat Kesukaran (DK) dan Daya Beda (DB) suatu item dicari dengan menganalisis item-itemnya. Tes disususun memang benar-benar untuk memisahkan golongan siswa yang tidak mempelajarai pelajaran dengan siswa yang benar-benar mempersiapkan dirinya mempelajari pelajaran yang akan dites, jadi DK dan DB ini mampu membedakan siswa yang bodoh dengan siswa yang pandai.
Instrumen soal disusun sebagai berikut:
∑ Item
Bentuk Soal
Bobot Tiap Soal
Jumlah
15
Multiple Choice
1
15
10
Esay
5
50
Jumlah
45

5.    Teknik analisis Data
a.       Deskriptif Data
K = 1 + 3,3 Log 50
 
Data hasil tes dianalisis untuk menghitung jumlah skor, mean, median, modus dan standar deviasi. Peneliti menyusun distribusi frekuensi interval dari nilai yang diperoleh siswa sebelum mendapat perlakuan model pembelajaran RME dan sesudah mendapat perlakuan. Dimana untuk mencari banyaknya kelas interval dengan rumus:



 
 


Menentukan lebar kelas interval :
i =

Menentukan Mean data berkelompok:


 


Menentukan Median data berkelompok:


 



Menentukan Modus data berkelompok
b.      Uji Normalitas
Uji normalitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji ini diperlukan untuk mengetahui apakah teknik analisis nonparametrik untuk menguji perbedaan distribusi matched populasi untuk desain pre & post test cocok atau tidak. Uji normalitas penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed Rank Test. Data dimasukkan dalam tabel:
Subyek
Post
Pre
D
AD
Rank D
D Sign




































Dimana:
·         Subyek diisi nama siswa, kolom disesuaikan
·         Post diisi nilai siswa sesudah mendapat pembelajaran dengan model RME
·         Pre diisi nilai siswa sebelum mendapat pembelajaran dengan model RME
·         D diisi nilai post dikurangi pre
·         AD adalah absolut D
·         Rank D adalah ranking dari different
·         D sign adalah signifikasi D
Kemudian dicari:
T + = ∑ D Sign +
T - = ∑ D Sign –
Untuk analisisnya ambil T terkecil dan T kritik diambil dari N siswa- 2.
Hipotesisnya diuji dengan taraf signifikasi 5%. Jika T kritik lebih besar dari T maka ada pengaruh, jika T lebih kecil maka tidak ada pengaruh.
DAFTAR PUTAKA

Dr. Tanwey Gerson Ratumanan, M.Pd.2003. Pembelajaran yang Relevan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Drs.Slameto.2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:  Cipta.
Iin Kurniawati.2011.Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Bangun Ruang dengan Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik pada Siswa Kelas V Semester II SDN 01 Manisrejo Kota Madiun. Skripsi tidak diterbitkan. Madiun: Program S1 PGSD IKIP PGRI Madiun.
Prof.Drs.Herman Hudojo, M.ED.1990. Setrategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Prof.Dr.Nana Syaodih Sukmadinata.2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syaiful Bahri Djamarah.1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional
http://www.wordpres.com. ridwa 2008. Diakses pada tanggal 16 Juni 2012



 

Sample text

Sample Text

Sample Text